Dianggap Bidang yang Sulit, Ahli Aritmia Jantung Masih Sedikit di Indonesia
Kamis, 25/01/2018 07:05 WIB
Foto: thinkstock
Angka yang cukup banyak ini jika dibandingkan dengan jumlah ahli di bidang aritmia sendiri masih sangat kalah jumlah. Di saat angka pasien yang diperkirakan mencapai 2,6 juta, dokter yang bergelut di bidang ini baru ada sebanyak 26 orang.
"Dari 1985 sampai 1999, hanya ada satu ahli aritmia di indonesia yaitu dr Munawar. Tahun 2000, saya bergabung dengan dr Munawar dan itu bertahan sampai tahun 2006," ujar Prof Dr dr Yoga Yuniadi, SpJP (K), di acara 'Overview dan Outlook tentang Penyakit Aritmia di Indonesia tahun 2018', Rabu (24/1/2018), Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.
Seiring berjalannya waktu, ahli aritmia meningkat hingga di tahun ini sudah mencapai 26 orang. Akan tetapi, tentu angka ini masih jauh dari yang diharapkan. Dr Dicky Armein Hanafy, SpJP (K) FIHA, di kesempatan yang sama juga sempat membagikan beberapa kendala dalam meningkatkan jumlah pelayanan artimia di indonesia. Salah satunya adalah dari SDM dan peralatan yang memang terbatas.
"Kendala menciptakan ahli yang lebih banyak adalah bahwa yang mau terjun ke hidang ini peminatnya belum banyak. Dokter jantung saja masih belum cukup, hanya 1000 di indonesia. Dari segi pelayanan jantung secara umum juga masih kurang," jabar dr Dicky.
Ditambah lagi ilmu ini sangat spesifik, pendidikan yang dibutuhkan juga lebih lama karena harus sekolah spesialis jantung kemudian baru bisa mendalami bidang aritmia. Alasan-alasan lainnya juga masih banyak yang jadi penyebab masih belum terpenuhinya kebutuhan ahli aritmia.
"Dianggap relatif terlalu sulit dan sebagai bidang yang kurang menghasilkan dibandingkan dokter jantung yg koroner atau vaskuler yang tindakannya jauh lebih singkat. Tindakan aritmia, ablasi butuh 6 jam di mana pasang ring jauh lebih singkat, satu saja sudah selesai. Kan capek sekali,"
Dengan ini, dr Dicky mengharapkan adanya dukungan pemerintah, rumah sakit agar tak hanya dokter ahli aritmia yang juga bertambah namun juga ketersediaan alat juga harus mewadahi. Pasalnya, dari 26 ahli aritmia yang ada di Indonesia, baru ada sekitar 10 alat yang tersedia.
"Butuh waktu (mencetak ahli aritmia), lima tahun jelas belum bisa menciptakan sesuai dengan kebutuhan. Kita (RS Harapan Kita) hanya bisa melatih 2 dokter per tahun, jadi paling 5 tahun hanya nambah 10 orang. Ada juga yang dikirm ke luar Indonesia, jadi sedikit lebih terbantu," tutup dr Dicky.
Komentar
Posting Komentar